aku rindu hijau, aku rindu hijau !
kataku aku rindu
aku rindu angin.
aku rindu rindu biru.
aku rindu gubuk
rindu temaram
mencicil kerinduan ditepian
aku rindu rintik
aku rindu gemericik
terkapar di atas gersang rumput kekuningan
memayungi diri.
meyipit.
merapatkan tubuh, memeluk kaki.
pikiranku dibawanya lari.
Kamis, 24 Maret 2011
rumah ini
sekarang,
rumah ini seperti tak bernyawa
terlihat tak bernuansa, tak bersuasana..
hening
satu atau dua,
atau bahkan tak berasa penghuninya
menyudut ditepian ruang, menyahut cuap para cicak..
acuh
satu sama lain saling berlarian tak menyapa
hanya singgah tuk menegur meja makan
lalu bergulung dan memeluk guling,
terasing !
rumah ini seperti tak bernyawa
terlihat tak bernuansa, tak bersuasana..
hening
satu atau dua,
atau bahkan tak berasa penghuninya
menyudut ditepian ruang, menyahut cuap para cicak..
acuh
satu sama lain saling berlarian tak menyapa
hanya singgah tuk menegur meja makan
lalu bergulung dan memeluk guling,
terasing !
tanda
aku mengintip dibalik tirai rana
baru saja bulumataku berguguran,
padahal belum masuk musimnya
mungkin pertanda banyak kerinduan sahaja
bayangan terbalik dalam mata
mencari cermin pantulkan cahaya
seperti lakonku dalam berirama mencari keaslian wajah
baru saja bulumataku berguguran,
padahal belum masuk musimnya
mungkin pertanda banyak kerinduan sahaja
bayangan terbalik dalam mata
mencari cermin pantulkan cahaya
seperti lakonku dalam berirama mencari keaslian wajah
atau aku memang harus menyuguhkan wacana persuasif
sambil menenggelamkan jemari kedalam tinta..
mengejang...
mencakar kertas-kertas putih yang menyeramkan,
menuntut untuk memakan kutu..
secara simbolis hanya untuk menitip nilai jual..
dua bola mata,
mengarungi jam dinding perkata...
mengerling sesaat untuk menangkap sinar
lalu tertutup menanti lonceng yang dipulangkan..
semuanya adalah keluh...
sambil menenggelamkan jemari kedalam tinta..
mengejang...
mencakar kertas-kertas putih yang menyeramkan,
menuntut untuk memakan kutu..
secara simbolis hanya untuk menitip nilai jual..
dua bola mata,
mengarungi jam dinding perkata...
mengerling sesaat untuk menangkap sinar
lalu tertutup menanti lonceng yang dipulangkan..
semuanya adalah keluh...
sebelumnya
mungkin kau harus ditiadakan.
sebelum aku bernazar untuk melumpuri diri..
sebelum aku harus meniadakan,
mungkin aku juga perlu mecuci hati.
bermainlah di safana,
atau aku yang harus jadi sahara..
untuk tiap raga yg ternoda..
sebelum harus gerah dari semua kotoran gajah,
semut dilangit-langit marah..
kiasan untuk realita,
yang mendawai...
sebelum semuanya...
sebelum aku bernazar untuk melumpuri diri..
sebelum aku harus meniadakan,
mungkin aku juga perlu mecuci hati.
bermainlah di safana,
atau aku yang harus jadi sahara..
untuk tiap raga yg ternoda..
sebelum harus gerah dari semua kotoran gajah,
semut dilangit-langit marah..
kiasan untuk realita,
yang mendawai...
sebelum semuanya...
debu
duduk beralaskan talas,
menepuk-nepuk abu..
sesekali mempermainkannya,
menabur butiran air.
yang disemburkan dari mulut,
menjejalkan jemari membunuh para semut..
tanya diajukan pada rumput
kenapa pelaku cemberut?
tapi gelak tawa membahana dari awan merah yang kerut..
pelaku terduduk..
hanya begitu...
menepuk-nepuk abu..
sesekali mempermainkannya,
menabur butiran air.
yang disemburkan dari mulut,
menjejalkan jemari membunuh para semut..
tanya diajukan pada rumput
kenapa pelaku cemberut?
tapi gelak tawa membahana dari awan merah yang kerut..
pelaku terduduk..
hanya begitu...
kuasa
Mawar tak bertangkai terjuntai,
melayu karna bau seperti bangkai.
Terdengus dari pemba uan diujung mimik yg tampak gontai.
Cemooh menjadi tajuk yang disenandungkan.
Merogoh sisa2 siksa aku.
Menelungkupkan fakta dari telanjang yang berbaju.
Bermadu ucapmu merayu.
Memakan kebusukan.
Digusarinya dia mengubah aku.
Apa kuasamu?
Padahal namamu sudah termaktub dipermukaan bedil..
melayu karna bau seperti bangkai.
Terdengus dari pemba uan diujung mimik yg tampak gontai.
Cemooh menjadi tajuk yang disenandungkan.
Merogoh sisa2 siksa aku.
Menelungkupkan fakta dari telanjang yang berbaju.
Bermadu ucapmu merayu.
Memakan kebusukan.
Digusarinya dia mengubah aku.
Apa kuasamu?
Padahal namamu sudah termaktub dipermukaan bedil..
24.00 wita
Aku tak dibiarkan melihat,
hanya meraba.
Seperti menggeliat dgn tubuh tak berdada.
Aku tak dibiarkan berbicara,
hanya mendengar.
Seperti hilang arah
ditengah hingar bingar.
Bising ! Gaduh !
Lonceng yg gemerincingnya mengundang mati rasa.
Aku belum siap,
denting itu hentikanlah.
Aku masih ingin terperangkap,
membanting diri seperti ratu yg kalah.
Membaui kehidupan dgn gairah.
hanya meraba.
Seperti menggeliat dgn tubuh tak berdada.
Aku tak dibiarkan berbicara,
hanya mendengar.
Seperti hilang arah
ditengah hingar bingar.
Bising ! Gaduh !
Lonceng yg gemerincingnya mengundang mati rasa.
Aku belum siap,
denting itu hentikanlah.
Aku masih ingin terperangkap,
membanting diri seperti ratu yg kalah.
Membaui kehidupan dgn gairah.
dihantui
Meninggi dan merendah,
menakutkan !
Aku tak mencium bau kehidupan.
Coba berbicara pada manusia di permukaan,
dikejar bayangan sendiri..
Mereka kata itu lumrah.
Coba berbicara dengan peranakan dewa,
berlari menenteng hati yang berkarat..
Mereka kata itu hukum.
Aku dihantui..
menakutkan !
Aku tak mencium bau kehidupan.
Coba berbicara pada manusia di permukaan,
dikejar bayangan sendiri..
Mereka kata itu lumrah.
Coba berbicara dengan peranakan dewa,
berlari menenteng hati yang berkarat..
Mereka kata itu hukum.
Aku dihantui..
Langganan:
Postingan (Atom)